Selasa, 12 November 2013

KHIDMAT NU SUMBAR

KHIDMAT NU SUMBAR
(Catatan Untuk Mukerwil NU Sumbar XII)

Oleh : Rahmat Tk. Sulaiman, S.Sos, S.Ag, MM
Ketua PC Nahdlatul Ulama (NU) Padang Pariaman

Hari kamis, tanggal 14 Juni 2007 merupakan hari bersejarah bagi perjalanan sejarah NU Sumatera Barat. Hari yang bersamaan dengan akan dibukanya Musyawarak Kerja Wilayah (MUKERWIL) XII NU Sumatera Barat oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Dr. KH. Hasyim Muzadi dengan mengusung tema “Meneguhkan khidmat NU Sumatera Barat untuk jama’ah dan jam’iyyah serta warga Nahdliyyin menuju masyarakat madani yang sejahtera”. Hal ini menunjukan bahwa NU Sumatera Barat secara organisatoris akan memproklamirkan kebangkitannya dengan meningkatkan khidmat (pengabdian)nya yang selama ini dirasakan kurang oleh masyarakat Sumatera Barat. Bahkan NU Sumatera Barat terkesan wujuduhu ka’adamihi (adanya sama dengan tidak ada) alias lampunya ijok (tidak terang). NU Sumatera Barat sudah mengetahui kekurangan semua itu. Maka momentum Mukerwil ini menjadi hari kebangkitan NU Sumbar sesuai dengan namanya Nahdlatul Ulama yang berarti Kebangkitan para Ulama. NU Sumatera Barat akan bangun dari tidur panjangnya seperti bangunnya pemuda Ashabul Kahfi.
Untuk meningkatkan khidmatnya kepada jama’ah dan warga Nahdliyyin, pada hari itu juga setelah pembukaan Mukerwil direncanakan Ketua Umum PBNU Dr. KH. Hasyim Muzadi bersama Gubernur Sumatera Barat akan melakukan peletekan batu pertama pembangunan Mushalla dan Panti Asuhan Mawaddah NU dan Muslimat NU Sumatera Barat. Ini langkah awal NU Sumatera Barat mewujudkan program-program sosialnya di tengah-tengah masyarakat. Meskipun ini agak terlambat, tetapi belum terlalu terlambat, karena NU  memakai kaedah “Tidak ada cerita terlambat untuk berkhidmat”.
Nahdlatul Ulama (NU) secara organisasi di Sumatera Barat memang masih belum begitu dicintai dan disayangi oleh masyarakat Sumatera Barat begitu juga dengan pemerintah daerahnya, karena memang jujur diakui keberadaan NU belum begitu dirasakan. Di samping itu juga, banyaknya masyarakat Sumatera Barat yang belum kenal lebih jauh dan lebih dalam lagi dengan NU, bahkan sering terjadi kekeliruan dan image yang distortif terhadap NU. NU selalu diidentikan dengan partai politik dan orang-orang tertentu.. Pepatah mengatakan “Tak kenal maka tak tahu, tak tahu maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta” Ini berarti menjadi tantangan bagi pengurus NU Sumatera Barat untuk memperkenalkan dirinya dengan program-program nyata yang bersentuhan dengan masyarakat Sumatera Barat. Dengan demikian NU Sumatera Barat akan selalu ada dan hadir di dalam hati masyarakat Sumatera Barat. Meskipun secara nyata kalau dilihat dalam konteks nasional, bahwa Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi yang disegani, keberadaannya dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan selalu dirasakan dan dihormati, bahkan Martin Van Bruinessen mengatakan dalam bukunya “Indonesia’s Ulama’”hlm 54. bahwa NU merupakan organisasi berbasis massa terbesar yang dipimpin oleh Ulama. Namun tidak (belum) halnya dengan NU Sumatera Barat. Tentu ini harus menjadi PR bagi segenap pengurus dan warga NU Sumatera Barat.
Kita bangga, bahwa Nahdlatul Ulama (NU) sejak 14 tahun yang lalu sudah merambah ke luar negeri, Go Internasional. Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (NU) sudah ada di banyak Negara di luar negeri. Artinya Nahdlatul Ulama (NU) sebagai asset asli Indonesia (alias bukan barang impor) sudah dikenal di luar negeri dengan Islam Rahmatan lil ‘alaminnya, Islam yang sejuk, damai dan cinta kedamaian. Nahdlatul Ulama (NU) selalu ambil bagian dan ikut terlibat dengan perkembangan dunia dan isu-isu global. Nahdlatul Ulama (NU) juga berinisiatif menyelenggarakan Konferensi Intelektual Islam Internasional (International Conference of Islamic Scholars) yang dimaksudkan untuk merespon isu-isu global, menjembatani dialog antara dunia Barat dan umat Islam mengenai persoalan keagamaan dan problem beragama pada ranah global.
Nahdlatul Ulama (NU) secara nasional juga sudah meningkatkan pelayanannya sebagai  khadimatul Ummah (pelayan umat) semaksimal mungkin, baik dalam bidang spiritual, intelektual dan sosial melalui media komunikasi dan informasi. Melalui Grand Desain Sistem Informasi Terpadu NU (NU INFORS) ke seluruh penjuru nusantara, menyambut era tekhnologi informasi (IT). Ikhtiar ini merupakan upaya untuk menjawab tantangan perkembangan informasi global. Di samping itu dengan kehadiran NU-INFORS dimana di dalamnya ada NU Online akan memperkuat dan mempererat potensi-potensi NU yang telah ada.   
Begitu juga hendaknya dengan Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Barat, harus dan akan selalu berikhtiar untuk meningkatkan pengabdiannya untuk umat, khususnya warga Sumatera Barat. Meskipun dalam realitasnya khidmat Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Barat belum begitu dirasakan masyarakat. Maka Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Barat akan melakukan restrukturisasi semua kultur yang ada di kalangan warga Nahdlatul Ulama (NU). Hal ini menjadi agenda awal untuk perbaikan peningkatan khidmat, dalam istilah lainnya disebut agenda menjam’iyyahkan jama’ah atau menstrukturkan kultur. Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Barat selama ini masih lemah dalam hal struktur, hal inilah yang harus diperbaiki.
Semua stuktur yang ada di Nahdlatul Ulama (NU) harus diisi dan dilengkapi. Begitu juga dengan semua lembaga yang ada di internal NU yang harus melibatkan para spesialis, professional di bidangnya, maka NU harus merangkul mereka. Mengajak mereka untuk berkhidmat di NU. NU harus meng NU-kan para tokoh, intelektual, spesialis dan professional untuk menggerakan program kerja NU sebagai salah satu organisasi sosial. Kemudian menokohkan, mengintelektualkan, menspesialiskan serta memprofesionalkan warga atau kader NU dengan agenda pelatihan, pengkaderan serta memfasilitasi peningkatan pendidikan mereka. Sadar atau tidak sadar bahwa NU Sumatera Barat masih miskin dengan para spesialis dan professional. Dengan banyaknya sayap kelembagaan NU ini perlu melibatkan serta mengikutsertakan para spesialis dan professional.
Lembaga yang ada di NU yang membutuhkan para spesialis dan professional seperti Lembaga Pendidikan Ma’arif NU membutuhkan sarjana pendidikan, para pakar pendidikan atau ahli mengelola serta memenej pendidikan, Lembaga Perekonomian NU, membutuhkan sarjana ekonomi para spesialis atau pakar atau ahli di bidang peningkatan dan pengembangan ekonomi, Lembaga Sosial Mubarrat NU, membutuhkan sarjana sosial, sarjana kedokteran dan kesehatan, para pakar dan spesialis di bidang kesehatan masyarakat. Lembaga Pelayanan dan Bantuan Hukum NU, membutuhkan sarjana hukum, para pakar dan ahli hukum. Lembaga Kesejahteraan Keluarga NU, membutuhkan sarjana sosial, para pakar dan ahli kesejahteraan keluarga, Lembaga Pertanian dan Peternakan NU, membutuhkan sarjana pertanian dan peternakan, para pakar dan ahli pertanian atau peternakan.
Sedangkan lembaga seperti Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (RMI), Lembaga Dakwah NU, Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM NU (LAKPESDAM NU), Lajnah Falakiyah, Lajnah Bahtsul Masail itu sudah menumpuk, karena kebanyakan dari pengurus NU adalah lulusan atau tamatan pesantren atau perguruan tinggi agama. Inilah tantangan NU Sumatera Barat ke depan. Di samping itu perlu menggiatkan pengkaderan di tingkat badan otonom NU mulai dari Gerakan Pemuda Ansor, Fatayat NU, Ikatan Pelajar NU (IPNU), dan Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU). Di samping itu Muslimat NU, Jam’iyyah Ahli Tariqhah Al Muktabarah An Nahdliyah (perkumpulan ahli thariqat yang muktabar di lingkungan NU), serta Jam’iyyatul Qurra’ Wal Huffadz (perkumpulan qori-qoriah, ahli al Qur’an dan tafsir seta hafidz-hafidzah) perlu peningkatan dan pengembangan. Penguatan kelembagaan masing-masing badan otonom NU dalam bentuk Building capacity, Building Human Resourses serta dalam pengelolaan manjemen organisasi perlu ditingkatkan. 
Jika semua itu sudah dilakukan maka NU Sumatera Barat  secara organisasi (Jam’iyyah) pasti akan mempunyai Rumah Sakit, Perguruan Tinggi, Panti Asuhan, Pesantren-pesantren yang berkualitas, sekolah-sekolah serta madrasah yang mempunyai daya saing, lembaga-lembaga perekonomian serta stok kader-kader pemimpin yang mempunyai kualifikasi dll. Satu hal yang memang sangat tidak boleh diabaikan apa lagi dilupakan pengurus NU untuk memperhatikan Pondok Pesantren. Bagi Nahdlatul Ulama, pesantren bukanlah objek semata-mata, tetapi lebih banyak berfungsi sebagai subyek. Pesantren adalah induk yang melahirkan Nahdlatul Ulama (NU) dan Nahdlatul Ulama (NU) adalah anak kandung pesantren  yang memasyarakatkan jiwa kepesantrenan dalam kehidupan nyata. Sistem pendidikan pesantrenlah yang berhasil mendidik para santri sedemikian rupa sehingga mereka menjadi inti Keluarga Besar Nahdlatul Ulama
Dalam rangka meningkatakan khidmat (peran) sebagai khadimatul ummah (pelayanan umat), NU Sumatera Barat semakin ditantang untuk harus bergerak lebih maju lagi ketimbang hanya mendefinisikan diri (NU) kepada aspek-aspek ritual saja. Selama ini, ke-NU-an sering didefinisikan kepada bagaimana seseorang (warga NU) menjalankan ibadahnya. Itu memang harus diwujudkan sebagai modal dasar untuk menjadi daya ikat yang primer. Misalnya, orang NU adalah orang yang ketika shalat menggunakan Ushalli, ketika shalat subuh menggunakan qunut, membiasakan  shalawatan, mentradisikan tahlil, dan semacamnya. Itu semua sebagai ciri primer ke-NU-an. Tetapi sebagai organisasi sosial keagamaan, NU Sumatera Barat harus lebih maju lagi. Artinya NU, harus bisa mendefinisikan dirinya dalam konsep sosial yang lebih jelas untuk membangun masyarakat. Masyarakat seperti apa yang akan dan hendak dibangun NU? Itu memang harus diperjelas, karena NU adalah organisasi sosial, bukan organisasi peribadatan saja.
Untuk itu dalam Mukerwil Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Barat XII ini, Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Barat harus bertolak pada realitas sosial atau dari basis sosial itu sendiri. Basis sosial Nahdlatul Ulama (NU) adalah masyarakat yang rata-rata ada di lapis bawah. Mereka adalah masyarakat yang secara ekonomi lemah (warga miskin), secara pendidikan tertinggal, begitu juga dalam hal sumber dayanya. Hal ini mengharuskan NU Sumatera Barat untuk memegang suatu prinsip ke-NU-an yang dituangkan dalam konsep sosialnya yang sesuai dengan tantangan dan kebutuhan warga NU Sumatera Barat. Seiring dengan dicanangkannya oleh Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yodoyono Program Pengentasan Kemiskinan Berbasiskan Nagari (PKBN) bersama Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat di Kabupaten Padang Pariaman. NU Sumatera Barat harus mendukung program ini dengan merumuskan program yang lebih kongkrit dan operasional. Karena program tersebut berbasiskan nagari, berarti berbasiskan adat istiadat atau budaya, sedangkan NU dikenal dengan organisasi yang berbasiskan budaya atau adat istiadat. Begitu juga Pemerintah daerah sebaiknya melibatkan NU dalam perencanaan program, karena program tersebut bersentuhan dengan warga NU.
Di samping itu sebagai organisasi sosial, NU juga organisasi keagamaan. Arti dimensi keagamaan di sini adalah bahwa konsep sosial yang dicanangkan NU dalam kiprahnya harus berbasis pada etika dan nilai-nilai keagamaan. Bukan sekedar sebuah konsep yang –katakanlah- sekuler. Jadi, harus ada aturan transedentalnya. Secara formal juga harus memiliki aturan yang kuat dan kokoh dari nash-nash ajaran. Itulah sebenarnya yang membedakan antara konsep sosial NU dengan konsep sosial yang diusung organisasi-organisasi non keagamaan pada umumnya. Ini tentu saja merupakan tantangan yang tidak ringan bagi NU Sumatera Barat, apalagi sampai sekarang eksistensi NU Sumatera Barat belum begitu banyak dirasakan masyarakat. Semoga dengan Mukerwil XII NU Sumatera Barat ini bisa merumuskan program-program nyata di tengah-tengah masyarakat Sumatera Barat. Selamat Mukerwil. Wassalam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar