KHIDMAT NU SUMBAR
(Catatan Untuk Mukerwil NU Sumbar XII)
Oleh : Rahmat Tk. Sulaiman, S.Sos, S.Ag,
MM
Ketua PC Nahdlatul Ulama (NU) Padang Pariaman
Hari kamis,
tanggal 14 Juni 2007 merupakan hari bersejarah bagi perjalanan sejarah NU
Sumatera Barat. Hari yang bersamaan dengan akan dibukanya Musyawarak Kerja
Wilayah (MUKERWIL) XII NU Sumatera Barat oleh Ketua Umum Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) Dr. KH. Hasyim Muzadi dengan mengusung tema “Meneguhkan
khidmat NU Sumatera Barat untuk jama’ah dan jam’iyyah serta warga Nahdliyyin
menuju masyarakat madani yang sejahtera”. Hal ini menunjukan bahwa NU Sumatera
Barat secara organisatoris akan memproklamirkan kebangkitannya dengan meningkatkan
khidmat (pengabdian)nya yang selama ini dirasakan kurang oleh masyarakat
Sumatera Barat. Bahkan NU Sumatera Barat terkesan wujuduhu ka’adamihi (adanya sama dengan tidak ada) alias lampunya
ijok (tidak terang). NU Sumatera Barat sudah mengetahui kekurangan semua itu. Maka
momentum Mukerwil ini menjadi hari kebangkitan NU Sumbar sesuai dengan namanya Nahdlatul Ulama yang berarti Kebangkitan
para Ulama. NU Sumatera Barat akan bangun dari tidur panjangnya seperti bangunnya
pemuda Ashabul Kahfi.
Untuk
meningkatkan khidmatnya kepada jama’ah dan warga Nahdliyyin, pada hari itu juga
setelah pembukaan Mukerwil direncanakan Ketua Umum PBNU Dr. KH. Hasyim Muzadi
bersama Gubernur Sumatera Barat akan melakukan peletekan batu pertama
pembangunan Mushalla dan Panti Asuhan Mawaddah NU dan Muslimat NU Sumatera
Barat. Ini langkah awal NU Sumatera Barat mewujudkan program-program sosialnya
di tengah-tengah masyarakat. Meskipun ini agak terlambat, tetapi belum terlalu
terlambat, karena NU memakai kaedah
“Tidak ada cerita terlambat untuk berkhidmat”.
Nahdlatul Ulama
(NU) secara organisasi di Sumatera Barat memang masih belum begitu dicintai dan
disayangi oleh masyarakat Sumatera Barat begitu juga dengan pemerintah
daerahnya, karena memang jujur diakui keberadaan NU belum begitu dirasakan. Di
samping itu juga, banyaknya masyarakat Sumatera Barat yang belum kenal lebih
jauh dan lebih dalam lagi dengan NU, bahkan sering terjadi kekeliruan dan image
yang distortif terhadap NU. NU selalu diidentikan dengan partai politik dan
orang-orang tertentu.. Pepatah mengatakan “Tak
kenal maka tak tahu, tak tahu maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta”
Ini berarti menjadi tantangan bagi pengurus NU Sumatera Barat untuk
memperkenalkan dirinya dengan program-program nyata yang bersentuhan dengan
masyarakat Sumatera Barat. Dengan demikian NU Sumatera Barat akan selalu ada
dan hadir di dalam hati masyarakat Sumatera Barat. Meskipun secara nyata kalau
dilihat dalam konteks nasional, bahwa Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi
yang disegani, keberadaannya dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan selalu
dirasakan dan dihormati, bahkan Martin Van Bruinessen mengatakan dalam bukunya
“Indonesia’s Ulama’”hlm 54. bahwa NU merupakan organisasi berbasis massa terbesar yang
dipimpin oleh Ulama. Namun tidak (belum) halnya dengan NU Sumatera Barat. Tentu
ini harus menjadi PR bagi segenap pengurus dan warga NU Sumatera Barat.
Kita bangga,
bahwa Nahdlatul Ulama (NU) sejak 14 tahun yang lalu sudah merambah ke luar
negeri, Go Internasional. Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (NU)
sudah ada di banyak Negara di luar negeri. Artinya Nahdlatul Ulama (NU) sebagai
asset asli Indonesia
(alias bukan barang impor) sudah dikenal di luar negeri dengan Islam Rahmatan
lil ‘alaminnya, Islam yang sejuk, damai dan cinta kedamaian. Nahdlatul Ulama
(NU) selalu ambil bagian dan ikut terlibat dengan perkembangan dunia dan
isu-isu global. Nahdlatul Ulama (NU) juga berinisiatif menyelenggarakan
Konferensi Intelektual Islam Internasional (International Conference of
Islamic Scholars) yang dimaksudkan
untuk merespon isu-isu global, menjembatani dialog antara dunia Barat dan umat
Islam mengenai persoalan keagamaan dan problem beragama pada ranah global.
Nahdlatul Ulama
(NU) secara nasional juga sudah meningkatkan pelayanannya sebagai khadimatul Ummah (pelayan umat) semaksimal
mungkin, baik dalam bidang spiritual, intelektual dan sosial melalui media
komunikasi dan informasi. Melalui Grand Desain Sistem Informasi Terpadu NU (NU
INFORS) ke seluruh penjuru nusantara, menyambut era tekhnologi informasi (IT).
Ikhtiar ini merupakan upaya untuk menjawab tantangan perkembangan informasi
global. Di samping itu dengan kehadiran NU-INFORS dimana di dalamnya ada NU
Online akan memperkuat dan mempererat potensi-potensi NU yang telah ada.
Begitu juga hendaknya
dengan Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Barat, harus dan akan selalu berikhtiar
untuk meningkatkan pengabdiannya untuk umat, khususnya warga Sumatera Barat.
Meskipun dalam realitasnya khidmat Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Barat belum
begitu dirasakan masyarakat. Maka Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Barat akan melakukan
restrukturisasi semua kultur yang ada di kalangan warga Nahdlatul Ulama (NU).
Hal ini menjadi agenda awal untuk perbaikan peningkatan khidmat, dalam istilah
lainnya disebut agenda menjam’iyyahkan
jama’ah atau menstrukturkan kultur. Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Barat selama
ini masih lemah dalam hal struktur, hal inilah yang harus diperbaiki.
Semua stuktur
yang ada di Nahdlatul Ulama (NU) harus diisi dan dilengkapi. Begitu juga dengan
semua lembaga yang ada di internal NU yang harus melibatkan para spesialis,
professional di bidangnya, maka NU harus merangkul mereka. Mengajak mereka
untuk berkhidmat di NU. NU harus meng NU-kan para tokoh, intelektual, spesialis
dan professional untuk menggerakan program kerja NU sebagai salah satu
organisasi sosial. Kemudian menokohkan, mengintelektualkan, menspesialiskan
serta memprofesionalkan warga atau kader NU dengan agenda pelatihan,
pengkaderan serta memfasilitasi peningkatan pendidikan mereka. Sadar atau tidak
sadar bahwa NU Sumatera Barat masih miskin dengan para spesialis dan
professional. Dengan banyaknya sayap kelembagaan NU ini perlu melibatkan serta
mengikutsertakan para spesialis dan professional.
Lembaga yang ada
di NU yang membutuhkan para spesialis dan professional seperti Lembaga Pendidikan Ma’arif NU membutuhkan sarjana pendidikan, para pakar
pendidikan atau ahli mengelola serta memenej pendidikan, Lembaga Perekonomian NU, membutuhkan sarjana ekonomi para spesialis
atau pakar atau ahli di bidang peningkatan dan pengembangan ekonomi, Lembaga Sosial Mubarrat NU, membutuhkan
sarjana sosial, sarjana kedokteran dan kesehatan, para pakar dan spesialis di
bidang kesehatan masyarakat. Lembaga
Pelayanan dan Bantuan Hukum NU, membutuhkan sarjana hukum, para pakar dan
ahli hukum. Lembaga Kesejahteraan
Keluarga NU, membutuhkan sarjana sosial, para pakar dan ahli kesejahteraan
keluarga, Lembaga Pertanian dan
Peternakan NU, membutuhkan sarjana pertanian dan peternakan, para pakar dan
ahli pertanian atau peternakan.
Sedangkan
lembaga seperti Rabithah Ma’ahid
Islamiyyah (RMI), Lembaga Dakwah NU, Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM
NU (LAKPESDAM NU), Lajnah Falakiyah, Lajnah Bahtsul Masail
itu sudah menumpuk, karena kebanyakan dari pengurus NU adalah lulusan atau
tamatan pesantren atau perguruan tinggi agama. Inilah tantangan NU Sumatera Barat ke depan. Di
samping itu perlu menggiatkan pengkaderan di tingkat badan otonom NU mulai dari
Gerakan Pemuda Ansor, Fatayat NU, Ikatan
Pelajar NU (IPNU), dan Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU). Di samping itu
Muslimat NU, Jam’iyyah Ahli Tariqhah Al Muktabarah An Nahdliyah (perkumpulan
ahli thariqat yang muktabar di lingkungan NU), serta Jam’iyyatul Qurra’ Wal
Huffadz (perkumpulan qori-qoriah, ahli al Qur’an dan tafsir seta
hafidz-hafidzah) perlu peningkatan dan pengembangan. Penguatan kelembagaan
masing-masing badan otonom NU dalam bentuk
Building capacity, Building Human Resourses
serta dalam pengelolaan manjemen organisasi perlu ditingkatkan.
Jika semua itu
sudah dilakukan maka NU Sumatera Barat secara organisasi (Jam’iyyah) pasti akan
mempunyai Rumah Sakit, Perguruan Tinggi, Panti Asuhan, Pesantren-pesantren yang
berkualitas, sekolah-sekolah serta madrasah yang mempunyai daya saing,
lembaga-lembaga perekonomian serta stok kader-kader pemimpin yang mempunyai
kualifikasi dll. Satu hal yang memang sangat tidak boleh diabaikan apa lagi
dilupakan pengurus NU untuk memperhatikan Pondok
Pesantren. Bagi Nahdlatul Ulama, pesantren bukanlah objek semata-mata, tetapi
lebih banyak berfungsi sebagai subyek. Pesantren adalah induk
yang melahirkan Nahdlatul Ulama (NU) dan Nahdlatul Ulama (NU) adalah anak kandung pesantren yang memasyarakatkan jiwa kepesantrenan dalam
kehidupan nyata. Sistem pendidikan pesantrenlah yang berhasil mendidik para
santri sedemikian rupa sehingga mereka menjadi inti Keluarga Besar Nahdlatul
Ulama
Dalam rangka
meningkatakan khidmat (peran) sebagai
khadimatul ummah (pelayanan umat), NU
Sumatera Barat semakin ditantang untuk harus bergerak lebih maju lagi ketimbang
hanya mendefinisikan diri (NU) kepada aspek-aspek ritual saja. Selama ini,
ke-NU-an sering didefinisikan kepada bagaimana seseorang (warga NU) menjalankan
ibadahnya. Itu memang harus diwujudkan sebagai modal dasar untuk menjadi daya
ikat yang primer. Misalnya, orang NU adalah orang yang ketika shalat
menggunakan Ushalli, ketika shalat
subuh menggunakan qunut, membiasakan shalawatan, mentradisikan tahlil, dan
semacamnya. Itu semua sebagai ciri primer ke-NU-an. Tetapi sebagai organisasi
sosial keagamaan, NU Sumatera Barat harus lebih maju lagi. Artinya NU, harus
bisa mendefinisikan dirinya dalam konsep sosial yang lebih jelas untuk
membangun masyarakat. Masyarakat seperti apa yang akan dan hendak dibangun NU?
Itu memang harus diperjelas, karena NU adalah organisasi sosial, bukan
organisasi peribadatan saja.
Untuk itu dalam Mukerwil
Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera Barat XII ini, Nahdlatul Ulama (NU) Sumatera
Barat harus bertolak pada realitas sosial atau dari basis sosial itu sendiri.
Basis sosial Nahdlatul Ulama (NU) adalah masyarakat yang rata-rata ada di lapis
bawah. Mereka adalah masyarakat yang secara ekonomi lemah (warga miskin),
secara pendidikan tertinggal, begitu juga dalam hal sumber dayanya. Hal ini
mengharuskan NU Sumatera Barat untuk memegang suatu prinsip ke-NU-an yang
dituangkan dalam konsep sosialnya yang sesuai dengan tantangan dan kebutuhan warga NU Sumatera
Barat. Seiring dengan dicanangkannya oleh Presiden RI Dr.
H. Susilo Bambang Yodoyono Program Pengentasan Kemiskinan Berbasiskan Nagari
(PKBN) bersama Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Barat di Kabupaten Padang Pariaman. NU
Sumatera Barat harus mendukung program ini dengan merumuskan program yang lebih
kongkrit dan operasional. Karena program tersebut berbasiskan nagari, berarti
berbasiskan adat istiadat atau budaya, sedangkan NU dikenal dengan organisasi
yang berbasiskan budaya atau adat istiadat. Begitu juga Pemerintah daerah
sebaiknya melibatkan NU dalam perencanaan program, karena program tersebut
bersentuhan dengan warga NU.
Di samping itu
sebagai organisasi sosial, NU juga organisasi keagamaan. Arti dimensi keagamaan
di sini adalah bahwa konsep sosial yang dicanangkan NU dalam kiprahnya harus
berbasis pada etika dan nilai-nilai keagamaan. Bukan sekedar sebuah konsep yang
–katakanlah- sekuler. Jadi, harus ada aturan transedentalnya. Secara formal juga
harus memiliki aturan yang kuat dan kokoh dari nash-nash ajaran. Itulah
sebenarnya yang membedakan antara konsep sosial NU dengan konsep sosial yang
diusung organisasi-organisasi non keagamaan pada umumnya. Ini tentu saja
merupakan tantangan
yang tidak ringan bagi NU Sumatera Barat, apalagi sampai sekarang eksistensi NU
Sumatera Barat belum begitu banyak dirasakan masyarakat. Semoga dengan Mukerwil
XII NU Sumatera Barat ini bisa merumuskan program-program nyata di
tengah-tengah masyarakat Sumatera Barat. Selamat Mukerwil. Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar