Politik
Layang-layang
Oleh :
Rahmat Tk Sulaiman, S.Sos, S.Ag, MM*
Sekarang masyarakat di sepanjang Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman
sedang menghadapi musim layang-layang. Mulai dari kalangan anak-anak, remaja
dan sampai pada yang tua lagi sedang demam layang-layang. Berbagai bentuk dan
variasi layang-layang yang ditampilkan, mulai dari layang papau, layang maco,
layang sugirai, layang sikapak dan layang-layang jantan badanguang.
Permainan layang-layang tersebut dilakukan di berbagai tempat, mulai di sawah,
di lapangan terbuka, pokoknya lokasi yang memungkinkan mereka untuk manjoak an
(maanjungan), untuk memulai menaikkan layang-layang.
Permainan layang-layang disebut juga dengan permainan tradisional anak nagari.
Tentu ada sejarah atau yang melatarbelakangi munculnya permainan ini di awal
kemunculannya, bahkan sampai dijadikan sebagai salah satu permainan anak
nagari. Biasanya setiap permainan anak nagari dibuat dan dikontruksikan oleh
pendahulu kita, ada tujuan dan nilai filosofinya.
Apapun itu yang pasti dalam pembuatan layang-layang itu ada nilai estetikanya,
seni pembuatan dan nilai kreatifitasnya sehingga menghasilkan bentuk yang indah
dengan warna dan gambar yang unik. Ada berbentuk pesawat, palang merah, palang
hitam, silempang, burung dan lain sebagainya.
Permainan layang-layang bisa bermakna politis, karena kata orang lapau, salah
satu yang menyebabkan manusia lupa dan lalai dengan waktu adalah ketika
layang-layang sedang tegak tali, di samping ketika ota (pembicaraan) sedang
didengarkan orang dan pancingan dicatuih (digigit) ikan. Begitu juga dengan
politik, yang memberikan harapan dan mimpi yang akan bisa merubah status
seseorang, dari yang biasa saja bisa beribah menjadi luar biasa, apalagi
sekarang kita berada pada tahun politik. Kita bisa saja menafsirkannya, sesuai
dengan sudut padang kita. Politik layang-layang ada positifnya dan ada juga
negatifnya.
Politisi tahun politik ini sama halnya dengan layang-layang pada musim
layang-layang. Partai politik sebagai produsen politisi mengusung calon yang
akan bisa memenangi hati rakyat, dengan berbagai cara dan pendekatan yang
dilakukan. Mulai dengan pemajangan baliho di berbagai tempat strategis, seperti
baliho permanen, spanduk dipajang di batang pohon, tonggak listrik dan lain
sebagainya sebagai media promosi dengan penampilan yang juga beragam. Seperti
memakai peci atau kupiah, pakai baju jas, baju koko dengan selamirinya, dan ada
juga dengan memakai atribut atau jaket partainya.
Ekspresi yang ditampilkan juga beragam sesuai dengan keinginan si calon
didefinisikan seperti apa. Ada dengan ekspresi tertawa, dengan harapan agar
dipersepsikan sebagai orang yang fresh, bahkan ada juga dengan tampilan
tersenyum. Semua itu dilakukan agar menjadi faktor penarik minat
masyarakat untuk memilihnya. Dalam teori political marketing disebut dengan istilah
positioning.
Menarik memang untuk didiskusikan kaitan lomba layang-layang dengan pemilihan
umum. Pemilihan umum adalah sebuah sarana demokrasi untuk memilih wakil rakyat
dan pemimpin. Sedangkan lomba layang-layang adalah ajang pertandingan memilih
layang-layang yang terbaik, mulai dari aspek ketinggian, keindahan gerakannya,
keindahan bentuk rupa dan gambar serta warnanya.
Artinya layang-layang yang terbaik dan ditetapkan sebagai pemenang tidak
sekedar tinggi saja, tetapi juga keindahan gerakan/ goyangannya bersama dengan
keindahan bentuk rupa dan warnanya. Ada beberapa indikator yang menjadi
penilaian bagi tim penilai atau pemilih layang-layang terbaik, antara satu
indikator dengan indikator lainnya mempunyai kaitan. Semua indikator itu harus
terpenuhi dan dimiliki oleh layang-layang tersebut secara utuh dan
komprehensif.
Lomba layang-layang kalau dikait-kaitkan dengan politik, ternyata bisa juga dan
ada relevansinya. Bahwa pemilihan umum juga merupakan ajang kompetisi, setiap
calon di alam demokrasi diberi kesempatan untuk mensosialisasikan diri dan
menonjolkan yang terbaik dari masing-masing calon dalam bentuk promotion.
Seperti pada masa kampanye masing-masing calon memajang diri dengan fashion dan
penampilan yang dianggap menarik oleh masyarakat seperti halnya layang-layang
yang dibuat seindah dan semenarik mungkin, baik dalam bentuk warna, tagline,
tema dan gambar.
Suatu hal yang harus menjadi perhatian bagi politisi kaitannya dengan lomba
layang-layang adalah, bahwa layang-layang itu akan bisa naik kalau sudah
terpenuhi beberapa unsur berikut ini. Pertama, harus ada orang yang menarik
benang layang-layang. Kedua ada orang yang membantu menganjungkan (menjuak an)
layang-layang. Ketiga, untuk bisa layang-layang naik tinggi harus ada benang
yang panjang dan kuat. Keempat, stock benang harus tersedia dalam bentuk
puntaran. Kelima, angin harus stabil dan cuaca kondunsif.
Poin pertama dalam konteks politik dari unsur di atas adalah peran partai
politik. Partai politik mempunyai peranan yang sangat strategis untuk
mengajukan calon wakil rakyat yang berkualitas, mempunyai kapasitas dan
integritas. Tentu tidak sekedar menaikan dan mencalonkan saja. Partai
politik sudah harus punya sistem rekrutmen kader yang terukur untuk menjaring
dan menyeleksi kader yang akan diajukan dalam kompetisi demokrasi melalui
pemilihan umum. Seyogyanya partai politik tidak sekedar usung calon, memilih
secara karbitan tanpa melewati proses pengkaderan apalagi kalau hanya
mengedepan uang yang dimiliki si calon.
Biasanya pemilik layang-layang sebelum membawa dan mengikutsertakan
layang-layangnya dalam pertandingan, sudah memastikan bahwa layang-layang yang
akan berlaga itu sudah teruji, ada succes story dan sudah dipersiapkan
sebelumnya. Contohnya sudah beberapa kali dinaikan melalui uji coba, menilai
apakah enggaknya (goyangannya) sudah seimbang?, apakah tali terajunya sudah
terpasang dengan baik?, apakah tidak ada yang gedek (berat sebelah)?
Apakah layang-layang itu bisa mengangkat benangnya dalam bentuk tegak tali?.
Semuanya menjadi perhatian sebagai ajang seleksi terhadap track record atau
rekam jejak prestasi yang bersangkutan, apakah layang-layang tersebut layak
untuk diikutkan lomba. Termasuk juga ukuran kelasnya?
Apa layak untuk tingkat tali 2, tali 3 atau tali 4.
Partai politik juga harus mempunyai tahapan seleksi dan menilai dulu apakah
bakal calon tersebut berkualitas secara intelektual, matang secara emosional,
kuat secara spritual, teguh secara moral, peduli dan empati secara sosial dan
boleh juga dimasukan mapan secara finansial. Mapan secara finansial tidaklah
menjadi wajib, namun bisa diposisikan sebagai sunnat. Kemudian menilai untuk
dicalonkan pada tingkat mana? Apa untuk DPR, DPRD Propinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota.
Poin kedua, bahwa layang-layang tidak bisa naik dengan sendirinya tanpa
dukungan dan bantuan dari orang yang menjoak an (menganjungkan). Dalam hal
politik bisa juga dikatakan bahwa seorang calon tidak akan bisa melakukan
proses dan tahapan politik secara sendirian. Si calon akan dan pasti membutuhkan
orang lain dalam bentuk tim sukses, relawan, perpanjangan tangan atau bisa juga
disebut dengan istilah kaki tangan.
Merekalah sebagai ujung tombak yang akan mengkomunikasikan diri si calon
beserta dengan visi, misi, ide, gagasan dan program. Mereka seharusnya wajib
diberikan pembekalan dalam bentuk training. Sebab bagaimanapun juga tim sukses
sebagai perpanjangan tangan dari si calon dan bisa juga menjadi cerminan sosok
kepribadian calon itu sendiri. Meskipun tidak ada kaitan kepribadian antara si
calon dengan tim sukses.
Tim sukses hahikatnya adalah sebagai janang. Dalam istilah minang mengungkapkan
bahwa, "saketek-ketek biduak ba nahkodo, saketek-ketek alek ba
janang". Janang bertugas menyusun tempat duduk, menempatkan sesuatu pada
tempatnya, kok patuik ke atas, terkebawahkan, hal itu harus dimintakan maaf dan
kerelaan, atau kok patuik ta kabaruh terkeataskan, hal itu adalah dimaksud dan
disengaja, kok terhampirkan ipar dengan bisan, patut di kanan ditempatkan di
kiri atau sebaliknya yang di kiri diletakan di kanan. Maka janang dalam artian
tim sukses yang akan menyajikan, mengkomunikasikan dan menatiangkan si calon
kepada khalayak ramai.
Kalau janang salah dan tidak baik, maka rusaklah alek, kalau nahkodo tidak
becus, maka tenggelamlah biduak. Prilaku, tatakrama dan pola komunikasi tim
sukses haruslah dibangun secara baik. Sebab kecenderungan terjadi di lapangan
"lebih angek tadah daripada cawan". Artinya tim sukses berpotensi
lebih tinggi tendensi emosi dan amarahnya dibandingan dengan si calon.
Seperti halnya layang-layang, kalau yang menjoak an atau yang menganjungkan
layang-layang tersebut secara terbalik, seperti kepalanya ke bawah dan ekornya
ke atas, tentu layang-layang akan menukik ke bumi atau jatuh ke bawah, bahkan
berakibat fatal, layang-layang jadi robek, tulangnya patah dan tidak akan bisa
dinaikan lagi.
Artinya setiap calon juga perlu menyeleksi dan memperhatikan tim suksesnya.
Sebab tim sukses juga berfungsi sebagai corong dan agen kampanye si calon. Jika
salah tim sukses mengkomunikasikan dan mengkampanyekan gagasan atau ide si
calon dikomunikasikan secara terbalik, tentu akan merugikan si calon bahkan
berakibat fatal dan bisa-bisa didiskualifikasi.
Ekstrimnya lagi adalah ada oknum tim sukses yang lebih mengutamakan kesuksesan
dirinya. Mengeksploitasi si calon dengan usulan-usulan kegiatan serimonial dan
meraup keuntungan dari kegiatan tersebut. Lebih parah lagi ada tim sukses yang
menyusup dan mencuri informasi dan strategi yang sedang dan akan dilakukan,
kemudian menperjualbelikannya atau melacurkannya kepada calon yang berkantong
lebih tebal lagi. "Habis manis sempah dibuang" begitu kira-kira
prilakunya.
Di samping itu dalam masa perlombaan layang-layang yang bersamaan dengan tahun
politik suasana kebatinannya hampir mirip. Apalagi pada masa kampanye, berbagai
intriks, strategi dan propoganda yang dilakukan. Kondisi ini pada lomba
layang-layang berpotensi bersaur benangnya, karena layang-layang sudah tinggi
dan benang sudah semakin panjang diloro atau dilepaskan. Orang yang benangnya
kuat, panjang dan tajam berpotensi mengalahkan benang yang lemah, singkat dan
tidak tajam.
Kecenderungan persauran benang itu terjadi ketika sudah semakin dekat waktu
penilaian. Persauran itu kadang memang dilakukan secara sengaja oleh
kompetitornya dengan tujuan bisa lebih dominan dan leluasa mendapatkan
kemenangan. Akibat dari persauran benang itu bersifat spekulatif, bisa
menguntungkan bagi yang sengaja menyaurkan atau sebaliknya sampai kepada
kegagalan fatal berupa putusnya benang dan layang-layangnya hilang dan sulit
untuk menemukannya.
Dalam politik masa ini merupakan masa kampanye, suasana semakin panas,
menegangkan dan penuh intrik. Masa ini berpotensi konflik, perkelahian,
pertikaian melalui black campaign yang dilakukan oknum untuk menjatuhkan lawan
politiknya.
Untuk menghindari dan meminimalisir potensi persauran ini, seyogya harus ada
komitmen bersama antar peserta secara gentlemen dalam bentuk regulasi yang
biasa dibungkus dengan istilah "pemilu badunsanak" penuh kebersamaan,
kekeluargaan dan persaudaraan atau deklarasi "siap menang dan siap
kalah", yang menang tidak menjadi sombong dan congkak, dan yang kalah
tidak boleh berkecil hati dan emosi, kemudian mencari-cari kesalahan. Politisi
dalam merebut simpati rakyat harus fair play kemudian berjiwa besar,
berhati lapang dan menerima hasil pilihan rakyat, sebab yang menang sebenarnya
adalah rakyat. Orang minang tidak menyukai "rumah sudah tokok
babunyi",sudah ada keputusan, masih menggugat.
Dengan mengerahkan massa untuk melakukan aksi demonstrasi yang berpotensi
anarkhis dan menelan kerugian sosial yang besar. Padahal media salurannya sudah
disediakan negara melalui bawaslu, PTUN dan sampai ke MK.
Poin keempat tentang stock benang di puntaran kaitannya dengan politik adalah
dana kampanye. Soal penggunaan dana kampanye memang perlu diatur, sebab kalau
tidak diatur, maka dalam persaingan bebas di era demokrasi dan reformasi ini
yang berpeluang memenangkan pertandingan dan pemilihan adalah kapitalis, orang
berduit dan berdompet tebal. Orang yang mempunyai stock benang yang banyak di
puntarannya yang unggul, apalagi masyarakat kita sebagian masih miskin dan
kemiskinan itu menjadi trend topik kampanye kaum berduit.
Kerawanan kondisi sosial ekonomi masyarakat menjadi lahan yang subur bagi politisi
karbitan berduit untuk meraup simpatik dengan uang atau disebut money politic.
Istilah serangan fajar sudah selalu sering kita dengar dan sudah masuk dalam
kamus politik, kondisi ini juga punya korelasi dengan prilaku pragmatis
masyarakat. Banyak sekali pertanyaan tentang korelasi pragmatis masyarakat
dengan prilaku hedonis dan elitisnya pemimpin dan wakil rakyat. Apakah sikap
pragmatis masyarakat itu sebab atau akibat? Begitu juga dengan prilaku pemimpin
atau wakil rakyat yang semakin hedonis dan elitis itu juga sebab atau akibat?.
Tergantung sudut pandang orang yang menilainya.
Mata kadang menjadi silau dan tidak objektif jika dikaitkan dengan uang. Hitam
bisa berubah jadi kuning dan kuning bisa berubah jadi hitam, seperti gurauan
orang piaman "kalau mamaknya berduit banyak dan berdompet tebal, walaupun
berkulit hitam, maka sang mamak cenderung dipanggil dengan sebutan “mak
uniang”. Begitu sebaliknya jika mamak tidak berduit atau berdompet tipis,
meskipun berkulit kuning, dipanggil saja dengan sebutan “mak itam”. Intonasi
memanggilnya juga berbeda, kalau kepada mamak yang berduit "lunak gigi
daripada lidah", kalau kepada mamak yang tidak berduit atau berdompet
tipis "tetap lunak lidah daripada gigi".
Masyarakat harus ditumbuhkan kesadaran kritisnya melalui sikap ketauladanan si
calon. Walaupun beberapa NGO pencinta demokrasi selalu mengkampanyekan
"ambil duit mereka, tapi jangan pilih mereka", namun tidak banyak
pengaruh juga dalam memberikan effek jera kepada politisi nakal.
Bahkan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi keagamaan terbesar di Indonesia dalam
Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulamanya pada bulan september tahun 2012
mengeluarkan fatwa haram sedeqah, infak dan zakat politik, karena ada muatan
risywah (suap alias sogok). Risywah adalah haram, orang yang memberi dan
menerima suap atau sogok hukumnya sama yaitu haram. Fatwa haram terhadap infaq,
sedeqah dan zakat bermuatan politis, agar orang yang menerimanya punya
keterkaitan pilihan politik merupakan wujud keprihatinan para ulama terhadap
permasalahan suap, sogok, korupsi yang sudah bergulindan di tengah-tengah
masyarakat.
Pengaturan dana kampanye adalah hal yang baik, kalau seandainya kampanye tidak
dibiayai negara untuk meminimalisir praktek money politic. Pituah orang minang
mengisyarakatkan "dek ameh kameh, dek pitih manjadi". Dengan uang
orang bisa mendapatkan segala-galanya, "pintak buliah, karandak balaku,
mukasuik sampai, di ama pacah". Harapan kita dalam hal pemilu, suara itu
"mahalnya tidak bisa dibeli, murahnya tidak bisa diminta" tetapi
masyarakat menentukan pilihannya sesuai dengan hati nurani dan keinginannya
sesuai dengan prinsip pemilu"langsung, umum, bebas dan rahasia".
Poin kelima dalam lomba layang-layang bahwa angin harus stabil dan cuaca
kondunsif. Kaitannya dengan pemilu adalah pelaksanaan kampanye harus berjalan
secara damai, aman, tertib, kondunsif dan stabil serta penuh kekeluargaan. KPU
kabupaten/kota di sumatera barat sudah mencanangkan "Pemilu
Badunsanak" bahkan salah satu dari isi lagu KPU Sumbar adalah "Hidupkan
atau Patarang lampu awak, jangan dipadamkan alias dipudurkan lampu orang".
Artinya dalam pelaksanaan kampanye ada etika dan kode etik penyelenggaraan
kampanye, tidak dibenarkan black campaign, hasutan, atau memberikan imingan dan
janji palsu yang mengelabui rakyat, kemudian meninabobokan masyarakat dengan
pipisan kosong. Banyak materi kampanye yang disampaikan kurang mendidik, tidak
memberdayakan masyarakat serta tidak menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat.
Harapan kita adalah menjadikan pemilihan umum sebagai media atau sarana untuk
seleksi pemimpin dan wakil rakyat yang berkualitas secara intelektual,
emosional, moral, sosial dan spritual. Para politisi juga perlu belajar dan
mengambil pelajaran dari politik layang-layang pada aspek positifnya dan meninggalkan
aspek negatifnya. Masyarakat kita dorong semakin cerdas dalam menentukan
pilihan. Satu Suara Menentukan Masa Depan L:ima Tahun. Semoga. (***)
*Ketua Presidium MD KAHMI Kab. Padang Pariaman/ Kota Pariaman